Dengan alasan penasaran, saya iseng-iseng untuk membuka Google dan mengetikan keyword Quick Count Pemilu. Kenapa saya penasaran? Karena saya ingin tahu, teknologi seperti apa yang dipakai oleh KPU untuk mengkalkulasi suara dalam Pemilu, mengapa bisa realtime seperti itu.
Indonesia adalah sebuah negara dengan kebebasan berpendapat paling besar di Asia. Dan bisa dikatakan pesta demokrasi merupakan momen besar bagi bangsa ini. Dan beruntunglah anda menjadi bagian dari warga Indonesia. Dan ketika pemilu diadakan, quick count akan ditayangkan di seluruh saluran televisi di Indonesia dan menjadi tayangan utama oleh masyarakat untuk menyaksikan kandidat pilihannya menang atau tidak.
Menurut Wikipedia, Quick Count merupakan sebuah metode verifikasi hasil pemilihan umum yang dilakukan dengan menghitung persentase hasil pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) yang dijadikan sampel. Berbeda dengan teknologi pooling, sampel tidak diperoleh dari para responden yang ditanyai satu per satu, melainkan diperoleh dari hasil rekapitulasi resmi di lapangan.
Baik, sekarang kita bahas mengenai teknologinya. Apa saja teknologi yang digunakan untuk mensukseskan sebuah penghitungan Quick Count? Jawabannya tergantung masing-masing lembaga. Namun, teknologi Short Message Service (SMS) atau layanan pesan teks pada ponsel, cukup populer digunakan oleh lembaga-lembaga penghitung Quick Count.
Sekedar tambahan, dahulu teknologi ini bukanlah bernama Quick Count, tetapi Paralel Vote Tabulation atau tabulasi suara pemilih secara paralel.
Nah, sekarang pertanyaannya bagaimana cara memanfaatkan teknologi Quick Count ini untuk diaplikasikan di lapangan? Berikut ini adalah kutipan cara kerja Quick Count yang umum dilakukan oleh para lembaga survei:
1. Mempersiapkan perangkat serta sistem pendukung untuk bisa memberikan data secara cepat ke pusat pengolah data lembaga survei yang melakukan metode Quick Count ini. Perangkat ini mulai dari komputer untuk meng-input-kan data hingga ponsel untuk mengirim SMS hasil pemilu ke server tempat menerima data.
2. Pemilihan TPS sebagai tempat pengambilan data. TPS yang di ambil secara acak berdasarkan pertimbangan jumlah penduduk, jumlah pemilih terbaru, penyebarannya pemilih seperti tersebar dalam berapa kelurahan, dan sebagainya. Singkatnya, proporsional kalau pemilih banyak lokasi sampel (TPS) yang diambil pun banyak serta mewakili karakteristik populasi.
3. Mempersiapkan relawan untuk mengambil sampel dan meng-input-kannya ke sistem data. Jumlah relawan ini cukup banyak untuk mengambil data dari TPS yang telah dipilih.
4. Data yang telah didapat akan diolah di pusat data dengan menerapan ilmu stasistik, dari olahan data inilah lembaga survei bisa menghitung secara cepat siapa pemenang pemilu.
Jika kita lihat dari cara kerja Quick Count, kita dapat mengartikan bahwa hasil perhitungan Quick Count bukanlah hasil perhitungan dari seluruh TPS yang melakukan pemungutan suara, melainkan dengan menggunakan prinsip ilmu statistika.
Jadi, lembaga survei yang menyelenggarakan Quick Count ini hanya mengambil sampel dari sekian banyak TPS yang ada dan diambil dari TPS yang memiliki jumlah populasi yang banyak dan berbagi pertimbangan lainnya.
Walaupun hasil hitung cepat instan ini tidak pernah tepat dan pasti, tetapi hasil dari Quick Count (yang diselenggarakan oleh lembaga survei yang capable dan jujur) tidak pernah meleset dari siapa yang memenangkan dari pemilihan umum tersebut.
Yah, sekali lagi, teknologi mempermudah aktivitas.
Sumber Inilah.com